Keliru, Klaim Vaksin Covid-19 Sebabkan Penyakit Lambung pada Perempuan
Senin, 1 April 2024 10:07 WIB
Sebuah akun di Facebook [arsip] mengunggah konten dengan klaim seorang pelajar yang pernah mendapatkan vaksin Covid-19 mengalami penyakit lambung. Pelajar perempuan disebut sebagai yang paling rentan mendapatkan ancaman itu.
Konten itu memuat penjelasan bahwa vaksin Covid-19 dapat menyerang dan menginfeksi lambung agar penderita tidak bisa mendapatkan saripati dari makanan. “Dengan kata lain lambungnya sengaja di-blocked. Karena lambung sudah ter-blocked maka obat kimia sintetis apapun ditelan akan berubah menjadi racun sekalipun itu paracetamol atau obat dosis ringan sekelas obat warung."
Konten itu disertai foto hasil tangkapan layar ucapan duka pada seorang perempuan berhijab yang mengenakan seragam sekolah. Tertulis pada foto itu bahwa ia meninggal dunia karena penyakit lambung. Namun, benarkah klaim bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan penyakit lambung pada perempuan?
PEMERIKSAAN KLAIM
Tim Cek Fakta Tempo mengkonfirmasi klaim di atas dengan mewawancarai Ketua Dokter Indonesia Bersatu, Eva Sri Diana. Ia menjelaskan konsep vaksin.
Vaksin sengaja dimasukkan seakan-akan mirip dengan virus aslinya dalam bentuk yang bisa dikontrol tubuh sehingga aman. Tujuannya agar sel-sel tubuh kita yang berfungsi melindungi, bisa mengenalinya kemudian menyimpan memori yang gunanya jika ada virus asli masuk suatu saat, maka tubuh langsung memberi perlawanan.
“Jadi vaksin membentuk kekebalan/imunitas sebelum terpapar. Tidak benar cairan vaksin Covid-19 itu menyerang dan menginfeksi lambung,” kata Eva lewat pesan singkat kepada Tempo, Kamis, 28 Maret 2024.
Menurut epidemiolog Dicky Budiman, keluhan pada lambung bisa saja merupakan dampak lanjut infeksi Covid-19 berulang atau risiko long covid. Infeksi covid bisa terjadi pada berbagai organ tubuh.
“Namun untuk memastikannya, tentu perlu pemeriksaan intensif oleh ahli. Yang terpenting lakukan perilaku hidup sehat dan bersih. Dan jangan lupa booster immune dengan vaksinasi, terutama bagi yang rentan,” kata Dicky melalui pesan singkat, kemarin.
Dikutip dari situs Centers for Disease Control and Prevention bahwa penelitian menunjukkan orang yang tertular Covid-19 setelah vaksinasi lebih kecil kemungkinannya untuk melaporkan Long Covid-19 –istilah untuk menyebut dampak lanjutan setelah terinfeksi virus penyebab penyakit Covid-19, dibandingkan dengan orang yang tidak divaksinasi. Meskipun Long Covid tampaknya lebih jarang terjadi pada anak-anak dan remaja dibandingkan pada orang dewasa, efek jangka panjang setelah COVID-19 memang terjadi pada anak-anak dan remaja.
Mantan Ketua Satgas Covid-19 IDI, Prof Dr dr Zubairi Djoerban SpPD-KHOM menyampaikan, pada sebuah laporan penelitian, ada beberapa orang yang melaporkan timbulnya gejala GERD, seperti mulas selama atau setelah terjangkit Covid-19.
“Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) terjadi ketika asam lambung mengalir kembali ke kerongkongan yang menyebabkan sering mengalami mulas, regurgitasi atau nyeri. Ada kemungkinan Covid-19 berkontribusi terhadap GERD karena dapat menimbulkan gejala pencernaan,” ungkap Zubairi lewat pesan singkat.
National Library of Medicine melansir bahwa Covid-19 utamanya menyerang sistem pernapasan. Namun dapat berdampak pada sistem organ lain, khususnya sistem pencernaan. Pada penelitian yang melibatkan 561 pasien Covid-19, hasilnya hampir 40% pasien mengalami gejala gastrointestinal, terutama kehilangan nafsu makan, mual, muntah dan diare. Namun, adanya gejala gastrointestinal tidak dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk seperti angka kematian, masuk ICU, lama rawat inap di rumah sakit, dan peningkatan intubasi mekanis pada pasien Covid-19.
KESIMPULAN
Hasil verifikasi Tempo, klaim vaksin Covid-19 menyebabkan penyakit pada lambung adalah keliru.
Sebaliknya, vaksin membentuk kekebalan tubuh dari virus penyebab Covid-19. Terinfeksi virus Covid-19 bisa berdampak pada sistem organ pencernaan.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id