Keliru, Klaim Kejanggalan UNHCR yang Tidak Peduli pada Pengungsi Palestina dan Minta Pulau untuk Pengungsi Rohingya

Kamis, 28 Desember 2023 14:31 WIB

Keliru, Klaim Kejanggalan UNHCR yang Tidak Peduli pada Pengungsi Palestina dan Minta Pulau untuk Pengungsi Rohingya

Sebuah video memuat klaim tentang kejanggalan-kejanggalan Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-bangsa (UNHCR) seiring dengan kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia dalam sebulan terakhir. Video berdurasi 2 menit 41 detik itu diunggah di Tiktok oleh akun ini [arsip] pada 17 Desember 2023.

Beberapa klaim yang disebut dalam video:

  1. UNHCR tidak pernah bersuara atas apa yang terjadi di Palestina, termasuk saat penduduk Palestina ingin mengungsi ke negara-negara tetangga.
  2. UNHCR memaksa pemerintah Indonesia untuk memberikan fasilitas yang lebih layak kepada pengungsi Rohingya, bahkan menyarankan pemerintah untuk memberikan pulau.
  3. UNHCR memprioritaskan Indonesia sebagai tempat pengungsi rohingya. Padahal Indonesia adalah negara dengan kemiskinan terbanyak di dunia, sementara masih banyak negara yang super power yang menolak Rohingya.

Konten itu telah dikomentari lebih 3 ribu kali dengan sejumlah komentar negatif tentang UNHCR. Benarkah UNHCR memiliki tiga kejanggalan tersebut?

PEMERIKSAAN FAKTA

Advertising
Advertising

Untuk memeriksa klaim tersebut, Tim Cek Fakta Tempo menggunakan sumber-sumber kredibel dan menghubungi UNHCR Indonesia. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa seluruh klaim dalam video itu tidak sesuai fakta.

Klaim 1: UNHCR tidak pernah bersuara atas apa yang terjadi di Palestina, termasuk berdiam diri saat penduduk Palestina ingin mengungsi ke negara-negara tetangga.

Fakta: UNHCR tidak memiliki mandat untuk menangani pengungsi Palestina di Lebanon, Yordania, Suriah, Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza. UNHCR adalah Badan Pengungsi PBB, sebuah organisasi global yang berdedikasi untuk menyelamatkan nyawa, melindungi hak-hak dan memimpin aksi internasional untuk melindungi pengungsi, komunitas yang terpaksa mengungsi, dan orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan.

UNHCR didirikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1950 setelah Perang Dunia Kedua untuk membantu jutaan orang yang kehilangan tempat tinggal. Saat ini, UNHCR bekerja di 135 negara dengan memberikan bantuan yang menyelamatkan jiwa, termasuk tempat tinggal, makanan, air dan perawatan medis bagi orang-orang yang terpaksa mengungsi dari konflik dan penganiayaan.

Akan tetapi UNHCR tidak memiliki mandat untuk menangani pengungsi Palestina karena berada pengungsi Palestina di wilayah-wilayah itu berada di bawah koordinasi UNRWA. UNRWA adalah badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina. Perbedaan mandat itu, bukan merupakan keputusan UNRWA atau UNHCR. Dalam laman UNRWA dijelaskan bahwa hal itu merupakan keputusan komunitas internasional yang tercantum dalam Konvensi Pengungsi tahun 1951 dan Statuta UNHCR yang diadopsi oleh Majelis Umum.

Pada tahun 1949, Majelis Umum PBB membentuk dua badan pengungsi PBB yang berbeda, yakni UNHCR dan UNRWA untuk menangani krisis pengungsi yang berbeda. Majelis Umum PBB memberi Badan-badan ini mandat yang saling melengkapi untuk membantu dan melindungi pengungsi, sebagaimana tercantum dalam instrumen yang relevan, termasuk Statuta UNHCR (diadopsi melalui resolusi Majelis Umum) dan Konvensi Terkait Status Pengungsi (sebuah perjanjian internasional tahun 1951). Baik UNRWA maupun UNHCR tidak dapat mengubah instrumen-instrumen ini secara sepihak.

Mandat UNRWA mencakup pemberian layanan kepada pengungsi Palestina di lima wilayah operasinya: Tepi Barat (termasuk Yerusalem Timur), Jalur Gaza, Suriah, Lebanon, dan Yordania. Oleh karena itu, pengungsi Palestina dalam bidang ini tidak termasuk dalam mandat UNHCR. Namun UNHCR mempunyai mandat mengenai pengungsi Palestina ketika mereka berada di luar wilayah operasi UNRWA dalam keadaan tertentu.

Meski tidak memiliki mandat untuk menangani pengungsi di wilayah operasi UNRWA, UNHCR tetap bersuara atas krisis yang terjadi di jalur Gaza. Pada 31 Oktober 2023, Fillipo Grandi, Komisaris Tinggi UNHCR mengeluarkan pernyataan sikap kepada Komite Ketiga Majelis Umum PBB. Dia menggemakan seruan Sekretaris Jenderal PBB untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan, akses kemanusiaan tanpa hambatan, pembebasan sandera, dan agar proses perdamaian yang terabaikan agar dimulai kembali sehingga siklus kekerasan yang berulang dan semakin mematikan pada akhirnya dapat diakhiri.

“UNHCR, seperti yang Anda ketahui, tidak mempunyai mandat untuk beroperasi di Wilayah Pendudukan Palestina, namun sebagai organisasi kemanusiaan kami sedih atas hilangnya nyawa warga sipil Israel dan Palestina, dan – saat ini – atas penderitaan luar biasa yang menimpa rakyat. Gaza akibat operasi militer Israel. Warga sipil dan infrastruktur sipil harus dilindungi sejalan dengan hukum humaniter internasional dan bantuan kemanusiaan yang memadai harus menjangkau warga sipil. Jangan lupa bahwa sekitar setengah dari seluruh warga Gaza adalah anak-anak,” isi pernyataan itu.

Klaim 2: UNHCR memaksa pemerintah Indonesia untuk memberikan fasilitas yang lebih layak kepada pengungsi Rohingya, bahkan menyarankan pemerintah untuk memberikan pulau.

Fakta: Juru bicara UNHCR Indonesia Mitra Salima, membantah telah meminta Pemerintah Indonesia menyediakan pulau bagi pengungsi Rohingya. “UNHCR tidak pernah menuntut Pemerintah Indonesia menyediakan pulau tersendiri untuk pengungsi Rohingya,” kata Mitra kepada Tempo, 27 Desember 2023.

Menurut Mitra, dalam hal penampungan pengungsi diputuskan oleh otoritas di negara tersebut. Di Indonesia, penentuan tempat pengungsian telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri. “Jadi sebenarnya sudah ada dasar hukumnya,” kata dia.

Setelah tempat pengungsian ditentukan, UNHCR kemudian akan bekerja sama dengan otoritas dan para mitra di lapangan untuk mencukupi kebutuhan dasar para pengungsi seperti makanan, minuman, air bersih, pelayanan medis dan sebagainya.

Tempo juga tidak menemukan dalam siaran pers atau pemberitaan media mengenai permintaan UNHCR kepada Pemerintah Indonesia agar menyediakan pulau.

Sebaliknya, hasil dari penelusuran terhadap pemberitaan media online, permintaan agar Pemerintah Indonesia menyediakan pulau bagi pengungsi Rohingya, disampaikan oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT). Tempo menemukan media CNN Indonesia pernah menayangkan pernyataan Presiden ACT Ahyudin itu pada 27 September 2017 pada artikel berjudul Pemerintah RI Diminta Sediakan Pulau untuk Terima Rohingya.

Selain ACT, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, Nurhayati Ali Assegaf pada 2017 juga mendorong pemerintah menyediakan pulau untuk pengungsi Rohingya. Pasalnya, Indonesia pernah menerima ratusan ribu pengungsi Vietnam di Pulau Galang.

Klaim 3: UNHCR memprioritaskan Indonesia sebagai tempat pengungsi rohingya. Padahal Indonesia adalah negara dengan kemiskinan terbanyak di dunia, sementara masih banyak negara yang super power yang menolak Rohingya.

Fakta: Indonesia bukan satu-satunya negara yang menjadi tempat bagi pengungsi Rohingya. Menurut data UNCHR, lebih dari 1 juta penduduk etnis Rohingya saat ini sebagian besar (967.842 jiwa) berada di Bangladesh and sisanya ada di Malaysia, India, dan Thailand.

Juru bicara UNHCR Indonesia, Mitra Salima, pengungsi Rohingya atau pengungsi manapun lainnya di dunia, melarikan diri dari konflik. Mereka mencari keselamatan ke negara lain yang mampu mereka capai dengan upaya mereka sendiri, bukan diarahkan oleh pihak lain. Sebagian besar pengungsi Rohingya, kata Mitra, mencari keselamatan ke Bangladesh karena negara itu paling dekat dengan Myanmar.

“Di Bangladesh ada hampir 1 juta pengungsi Rohingya. Sisanya ada di Malaysia sekitar 105 ribu orang dan India lebih dari 22 ribu pengungsi Jadi tiga negara itu jumlah pengungsi Rohingya jauh lebih banyak dari Indonesia,” kata Mitra kepada Tempo, 27 Desember 2023.

KESIMPULAN

Dengan demikian klaim bahwa klaim kejanggalan tentang UNHCR yang dianggap tidak peduli pada pengungsi Palestina dan minta pulau untuk pengungsi Rohingya adalah keliru.

UNHCR memang tidak memiliki mandat untuk menangani pengungsi Palestina yang menjadi kewenangan UNRWA atau Badan PBB untuk Pengungsi Palestina. UNHCR juga tidak pernah meminta pulau ke Pemerintah Indonesia untuk pengungsi Rohingya.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id