[Fakta atau Hoaks] Benarkah pemilihan di Hong Kong kacau dan terjadi kecurangan?

Selasa, 16 April 2019 19:36 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah pemilihan di Hong Kong kacau dan terjadi kecurangan?

Di media sosial ramai informasi tentang kisruh pemilihan di Hongkong. Salah satunya akun @RatuAnissah yang menulis terjadi dugaan kecurangan. “Hampir 90% petugas wong Cino, dan luar biasa kacau balau!.”

“Yaa Allah … model pemilihan beginian kok kita masih disuruh percaya KPU?.” Lalu ada #UASdifitnahKejiBalasDiTPS.

Akun @RatuAnissah memposting pada 14 April 2019 pukul 11:04 dan di-retweets 550 dan 727 likes.

Tangkapan layar akun Twitter tentang pemilihan di Hong Kong

Advertising
Advertising

Klarifikasi:

Ketua Panwaslu Hong Kong, Fajar Kurniawan dan Ketua Pemilihan Luar Negeri Suganda Supranto, dalam surat resmi pada Senin 15 April 2019, membenarkan ada 20 orang masuk ke tempat pemungutan suara setelah proses pemilihan kelar.

“Sebagian orang dari sekelompok massa tersebut telah terlihat di sekitar gedung sejak pagi,” tulis keterangan tertulis PPLN dan Panwaslu Hong Kong. Sekelompok orang itu masuk pukul 20.30 waktu setempat, Minggu (14 April 2019) setelah proses pemilihan ditutup pada pukul 19.40.

Mereka menerobos area pemilu setelah kecewa lantaran tak bisa menggunakan hak pilihnya di TPS Queen Elizbeth Stadium, Wan Chai, Hong Kong. Wilayah ini masuk dalam daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta 2.

Ihwal tragedi setelah pemilu ditutup, Panwaslu Hong Kong dan PPLN menyepakati tidak mengizinkan 20 orang tersebut masuk. Sikap itu merujuk pada Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa proses pemilihan berlangsung hanya di rentang pukul 09.00-19.00.

Lembaga Migrant Care turut melakukan pemantauan penyelenggaraan pemilu di Hong Kong. Dari pantauan langsung di lapangan, Migrant Care menemukan sejumlah kendala dari faktor eksternal dalam pelaksanaan pemilu di Hong Kong sehingga merugikan WNI.

Pertama, masih adanya dokumen yang ditahan oleh majikan dan agen sehingga calon pemilih tidak bisa menyalurkan hak pilihnya. Kedua, limitasi durasi waktu libur membuat calon pemilih dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) terancam gugur hak pilihnya karena waktu yang terbatas.

Ketiga, beberapa calon pemilih menyatakan tidak mendaftar melalui mekanisme online sebelumnya. Hal itu dikarenakan adanya ketakutan dokumen yang diunggah bakal disalahgunakan.

Keempat, bagi calon pemilih yang telah terdaftar melalui pos namun surat suaranya kembali (retur) terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena minimnya informasi terkait kasus ini.

Direktur Eksekutif Migran Care Wahyu Susilo yang memantau langsung penyelenggaraan pemilu di Hong Kong mengatakan, antusiasme calon pemilih tidak diimbangi dengan respons dari penyelenggara, misal dalam mengantisipasi DPK.

"Tidak ada panitia yang memilah DPT dan DPK di antrean terluar, sehingga calon pemilih DPK yang sudah mengantre lama sejak pagi, harus keluar dan menunggu kembali pada waktu yang ditentukan," katanya.

Suasana pemungutan suara Pemilu 2019 di Hong Kong, Ahad, 14 April 2019. MigranCare/Wahyu Susilo

Kesimpulan:

Berdasarkan semua bukti yang bisa diperoleh, pernyataan ini tidak bisa disimpulkan akurat atau tidak.

Sumber:

https://pemilu.tempo.co/read/1196076/20-orang-diduga-mengacaukan-tps-pemilu-2019-di-hong-kong