Keliru, Klaim Kualitas Udara Jakarta Buruk Akibat Chemtrail
Selasa, 23 Mei 2023 19:05 WIB
Sebuah akun Instagram mengunggah sebuah foto dengan narasi kualitas udara Jakarta yang buruk disebabkan oleh chemtrail. Unggahan tersebut memuat keterangan “Pada tanggal 19 Mei, puncak udara kotor di Jakarta. AQI di angka 211 dan PM 2,5 di angka 16”.
Akun ini juga menulis narasi, “Kalau nanti banyak orang sakit jangan bilang karena Covid-19. Juga jangan bilang polusi kendaraan. Nikmatin deh, ini akibat chemtrail, tapi dibilang contrail konspirasi”.
Benarkah udara kotor di Jakarta akibat chemtrail? Berikut pemeriksaan faktanya.
PEMERIKSAAN FAKTA
Tempo melakukan verifikasi terhadap klaim-klaim tersebut menggunakan tools Breezo Meter, IQAir, Plume Lab’s, Google Search, jurnal ilmiah, data instansi pemerintah, dan pemberitaan media-media kredibel.
Klaim 1: Udara kotor di Jakarta akibat chemtrail
Fakta 1: Dilansir BMKG, menurunnya kualitas udara di wilayah Jakarta dan sekitarnya disebabkan oleh kombinasi antara sumber emisi dari kontributor polusi udara. Serta adanya faktor meteorologi yang kondusif untuk menyebabkan terakumulasinya konsentrasi particulate matter (PM)2,5.
PM2,5 merupakan adalah partikel polutan berukuran 2,5 mikron/mikrometer yang dapat masuk ke paru-paru dan aliran darah dan mengakibatkan masalah kesehatan serius. Dampak terparah adalah pada paru-paru dan jantung. Orang yang terpapar dapat mengalami batuk atau kesulitan bernapas, asma parah, dan berkembangnya penyakit pernapasan kronis.
Data BMKG menunjukkan, konsentrasi PM2,5 di Jakarta dipengaruhi oleh oleh berbagai sumber emisi baik yang berasal dari sumber lokal, seperti moda transportasi dan pemukiman, maupun sumber regional dari kawasan industri yang dekat dengan Jakarta.
Sebab lain adalah stagnasi pergerakan udara yang terakumulasi satu wilayah dan tidak beranjak. Faktor penyebab lain diantaranya pergerakan polutan akibat pola angin, kadar uap air di udara, dan kelembaban udara.
Dilansir Forest Digest, di Jakarta PM2,5 7.852 ton/67,04% bersumber dari emisi kendaraan bermotor. BC atau karbon hitam sebesar 6.006 ton/85,48%, dan NMVOC sebesar 201.871 ton/ 98.4% bersumber dari emisi kendaraan bermotor.
Berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, nilai baku mutu udara ambien PM2.5 selama 24 jam yaitu sebesar 55 µg/m3. Udara ambien merupakan udara bebas di permukaan bumi yang dibutuhkan dan berpengaruh pada kesehatan makhluk hidup, termasuk manusia, dan unsur lingkungan hidup lainnya.
Jika diukur melalui aturan nilai ambang batas PM2,5 Indonesia dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 sebesar 15 µg/m3 rata-rata tahunan maka Pencemaran akibat PM2,5 di Jakarta telah melampaui ambang batas.
Dilansir Tempo.co, chemtrail merupakan gabungan dari kata chemistry (kimia) dan trails (jejak) zat kimia berbahaya melalui asap pesawat terbang. Isu chemtrail dikategorikan teori konspirasi.
Klaim 2: Pada tanggal 19 Mei puncak udara kotor di Jakarta
Fakta 2: Tingkat PM2,5 di Jakarta tertinggi mencapai 72-76 µgram/m3, 210 AQI pada pukul 01.06 am, tanggal 23 Mei 2023.
Tempo memonitor kualitas udara di Jakarta pada tanggal 19 Mei 2023, pukul 11.00 WIB. Hasil pantauan Plume Lab’s, PM2,5 di Jakarta berada di angka 75 µgram/m3, AQI 161. Hasil pantauan BreezoMeter tercatat di angka 67µgram/m3, dan IQAir berada di angka 60,7 µgram/m3, AQI 154.
Dari hasil pantauan tersebut, Plume Lab’s menyarankan agar aktivitas olahraga di luar ruangan, membawa bayi keluar rumah, makan di luar rumah tidak disarankan. Kualitas udara pada tanggal 19 Mei 2023 mencapai tingkat polusi yang sangat tinggi. Efeknya dapat langsung dirasakan oleh individu yang berisiko dan paparan berkepanjangan bagi semua orang.
Berdasarkan Monitoring Kualitas Udara ISPU Per Jam dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, pada tanggal 23 Mei 2023, saat tulisan ini dibuat, konsentrasi PM 2,5 di wilayah Bundaran HI mencapai 101µgram/m3.
Angka PM2,5: 101µgram/m3 masuk dalam kategori tidak sehat. Artinya, merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif dan bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
Menggunakan Breezo Meter, IQAir, Plume Lab’s dan Monitoring Kualitas Udara ISPU DLH DKI Jakarta. Tempo melakukan pemantauan dari tanggal 19-23 Mei 2023. Selama periode waktu tersebut, tingkat PM2,5 di Jakarta tertinggi mencapai 72-76 µgram/m3, 210 AQI pada pukul 01.06 am, tanggal 23 Mei 2023.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tim Cek Fakta Tempo, unggahan dengan klaim “Udara kotor di Jakarta akibat Chemtrail” adalah keliru.
Memburuknya kualitas udara di Jakarta, disebabkan oleh kombinasi antara sumber emisi dari kontributor polusi udara dan faktor meteorologi. Sumber emisi berasal dari sumber lokal seperti moda transportasi dan pemukiman, juga dari sumber regional dari kawasan industri dekat dengan Jakarta. Jadi, memburuknya kualitas udara di Jakarta bukan karena chemtrail.
Jika diukur melalui aturan nilai ambang batas PM2,5 PP 22 tahun 2021, maka pencemaran PM2,5 di Jakarta melampaui ambang batas. Kondisi ini menunjukan kualitas udara Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat, karena berpotensi merugikan kesehatan manusia, kelompok hewan yang sensitif, serta menimbulkan kerusakan pada tumbuhan.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id