Keliru, Media Jepang Beritakan Bansos Covid-19 yang Dikorupsi Pinjaman dari Perdana Menterinya
Rabu, 16 Desember 2020 20:08 WIB
Klaim bahwa media Jepang memuat berita yang menyebut bantuan sosial atau bansos Covid-19 yang dikorupsi oleh mantan Menteri Sosial RI Juliari Batubara adalah pinjaman dari Perdana Menteri Jepang beredar di Facebook dan dan WhatsApp. Menurut klaim itu, pinjaman tersebut bernilai Rp 7 miliar.
Klaim ini terdapat dalam gambar tangkapan layar status WhatsApp yang memperlihatkan sebuah tayangan televisi yang menyorot tumpukan uang pecahan Rp 100 ribu. Dalam status tersebut, terdapat pula narasi yang berbunyi, "Ini uang pinjaman dari PM Jepang untuk bantuan corona di Indonesia sebesar 7m. Eh terus dikorupsi 3.5M Dan beritanya sampe jepang dong."
Salah satu akun yang membagikan klaim itu adalah akun Korean People & Idol Posting V2, tepatnya pada 11 Desember 2020. Selain gambar itu, akun ini juga membagikan tiga gambar tangkapan layar artikel yang ditulis dalam huruf Jepang. Artikel pertama dan kedua memuat foto Juliari.
PEMERIKSAAN FAKTA
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri gambar-gambar dalam unggahan akun Korean People & Idol Posting V2 dengan reverse image tool Source. Penelusuran juga dilakukan dengan memasukkan kata kunci “Juliari Batubara” dalam huruf Jepang pada mesin pencari Google.
Hasilnya, ditemukan bahwa artikel dalam gambar tangkapan layar unggahan akun Korean People & Idol Posting V2 ditulis oleh jurnalis Jepang yang bernama Hidefumi Nogami. Artikel terkait korupsi bansos Covid-19 di Indonesia itu dimuat pada 7 Desember 2020 di dua situs, yakni Asahi.com dan Cha-ganju.com.
Namun, artikel ini sama sekali tidak menyebut bahwa bansos Covid-19 yang diduga dikorupsi oleh mantan Mensos Juliari Batubara adalah pinjaman dari Perdana Menteri Jepang. Berikut isi dari artikel yang berjudul "Menteri Sosial Indonesia ditangkap: bantuan Corona lebih dari 100 juta yen" itu:
"Pada tanggal 6 (Desember 2020), badan penyelidik korupsi Indonesia menangkap Menteri Sosial Juliari (48) atas dugaan suap karena menerima uang tunai senilai 120 juta yen dari distribusi untuk penanggulangan virus Corona. Pada November lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan baru saja ditangkap atas tuduhan korupsi di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Badan investigasi independen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan bahwa kasus Juliari terkait proyek pemerintah yang mendistribusikan kebutuhan pokok, seperti beras, minyak, dan gula, kepada pekerja non-reguler dari Mei hingga Desember, dengan nilai Rp 300 ribu (sekitar 2.200 yen) per kantong, di mana dari setiap kantong, ia diduga menerima Rp 10 ribu (sekitar 74 yen) sebagai suap dari beberapa vendor. Dikatakan bahwa total uang Rp 17 miliar rupiah (sekitar 125 juta yen) diberikan kepada Juliari.
KPK menggeledah tempat pengiriman uang di Jakarta pada dini hari tanggal 5. Mereka menyita uang tunai sekitar 107 juta yen. Koper yang berisi uang dalam bentuk rupiah dan dolar AS itu dibuka dalam konferensi pers. Dalam urusan distribusi ini, Kementerian Sosial telah menandatangani kontrak dengan kontraktor senilai Rp 5,9 triliun (sekitar 43,7 miliar yen), dan KPK sedang menyelidiki sisa dakwaan.
Juliari adalah anggota parlemen dari Partai Demokrasi Perjuangan, yang juga merupakan partai Presiden Joko, dan masuk kabinet untuk pertama kalinya dalam pemerintahan Joko periode kedua pada Oktober tahun lalu. Pada 25 November, KPK baru saja menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Eddie karena suap ekspor bayi lobster. Joko mengatakan dalam pertemuan tanggal 6, "Kami akan menghormati prosedur peradilan KPK," dan mengumumkan pengangkatan penggantinya."
Kasus Juliari Batubara
Berdasarkan arsip berita Tempo, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus program bansos Covid-19 pada 6 Desember 2020. Juliari diduga menerima hadiah atau janji oleh penyelenggara negara berkaitan dengan penyaluran bansos di Jabodetabek 2020.
"KPK menetapkan lima tersangka. Pertama, sebagai penerima, yaitu saudara JPB, MJS, dan AW. Sementara sebagai pemberi adalah AIM dan HS," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers virtual pada Minggu dini hari, 6 Desember 2020.
"Saudara PJB selaku menteri sosial menunjuk MJS dan AW sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan pada Kemensos melalui MJS," ujar Firli.
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan pejabat di Kemensos pada Sabtu dini hari, 5 Desember 2020. Firli menyebut penangkapan itu berkaitan dengan program bansos Kemensos. KPK menduga pejabat tersebut menerima hadiah dari vendor penyedia barang dan jasa dalam bansos di Kemensos untuk penanganan Covid-19.
Masih dari arsip berita Tempo, KPK menduga bahwa Juliari dan dua bawahannya, MJS dan AW, menarik fee sebanyak Rp 10 ribu dari setiap paket bansos yang disalurkan ke masyarakat di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Pinjaman dari Jepang
Pada Oktober 2020 lalu, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga berkunjung ke Indonesia. Dalam kunjungan ini, Suga tidak hanya membahas kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Jepang Yoshida Tomoyuki, kunjungan tersebut juga untuk menindaklanjuti pinjaman sebesar 50 miliar yen atau sekitar Rp 7 triliun dari Jepang bagi Indonesia.
Pinjaman Rp 7 triliun tersebut, menurut Tomoyuki, diperuntukkan bagi penanganan bencana. Bencana dalam hal ini tidak terbatas pada bencana alam saja, tapi juga bencana pandemi Covid-19. Indonesia, kata dia, sah-sah saja jika ingin menggunakan pinjaman tersebut untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi Covid-19 nantinya.
"Kita tahu Indonesia dan Jepang sama-sama rentan terkena bencana alam seperti gempa bumi, tsunami. Dana ini untuk meningkatkan kapasitas penanggulangan bencana di Indonesia, untuk menyiapkan program-program penanggulangan," ujar Tomoyuki dalam sesi jumpa pers virtual pada 21 Oktober 2020.
Lebih lanjut, Tomoyuki menuturkan bahwa pinjaman ini merupakan pinjaman kedua. Pinjaman pertama dicairkan pada Februari. Nilainya kurang lebih 32 miliar yen atau sekitar Rp 4 triliun. Selain itu, kata Tomoyuki, Jepang juga akan mendorong kerja sama dengan Indonesia melalui pemberian barang dan peralatan medis.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "media Jepang memuat berita yang menyebut bansos Covid-19 yang dikorupsi adalah pinjaman dari Perdana Menteri Jepang" keliru. Artikel yang dibagikan bersama klaim tersebut memang ditulis oleh jurnalis Jepang, Hidefumi Nogami, dan dimuat di dua situs, yakni Asahi.com dan Cha-ganju.com. Namun, artikel ini sama sekali tidak menyebut bahwa bansos Covid-19 yang diduga dikorupsi oleh mantan Mensos Juliari Batubara itu adalah pinjaman dari Perdana Menteri Jepang.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id