[Fakta atau Hoaks] Benarkah Macron Memohon-mohon Timur Tengah Akhiri Seruan Boikot Produk Prancis?
Jumat, 30 Oktober 2020 19:55 WIB
Klaim bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron memohon-mohon agar negara-negara Timur Tengah mengakhiri seruan boikot produk Prancis beredar di Facebook. Klaim ini disertai dengan sebuah video yang memperlihatkan peristiwa boikot serta slide judul-judul berita terkait boikot produk Prancis.
Akun yang membagikan klaim beserta video tersebut adalah akun Suara Rakyat Fesbuk, tepatnya pda 27 Oktober 2020. Akun ini menulis, "Presiden Prancis Emmanuel Macron memohon-mohon negara-negara Timur Tengah agar mengakhiri seruan boikot produk prancis." Dalam video, terdapat pula judul berita yang berbunyi "Macron Memohon-mohon Jangan Boikot Produk-produk Asal Prancis".
Apa benar Presiden Macron memohon-mohon agar negara-negara Timur Tengah mengakhiri seruan boikot produk Prancis?
PEMERIKSAAN FAKTA
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di situs media kredibel dengan memasukkan kata kunci "Macron mohon Timur Tengah akhiri boikot" di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan sejumlah berita, baik dari media dalam negeri maupun media asing, bahwa Prancis memang meminta seruan boikot terhadap produk-produknya dihentikan. Namun, pernyataan itu dilontarkan oleh Kementerian Luar Negeri Prancis, bukan Presiden Emmanuel Macron.
Dilansir dari Kompas.com, yang mengutip BBC pada 26 Oktober 2020, Kementerian Luar Negeri Prancis mendesak negara-negara Timur Tengah mengakhiri seruan boikot terhadap produk Prancis. Menurut kementerian, saat ini, terdapat seruan "tidak berdasar" untuk memboikot barang-barang Prancis yang "didorong oleh minoritas radikal".
Produk Prancis telah dihapus dari beberapa toko di Kuwait, Yordania, dan Qatar. Reaksi dari beberapa negara di Timur Tengah ini muncul setelah Macron mengomentari pemenggalan seorang guru Prancis, Samuel Paty, yang mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas. Macron mengatakan Paty "dibunuh karena Islamis menginginkan masa depan kami", tapi Prancis "tidak akan melepaskan kartun kami".
Penggambaran Nabi Muhammad dapat dianggap pelanggaran yang serius bagi umat Islam, karena tradisi Islam secara eksplisit melarang gambar Muhammad dan Allah (Tuhan). Namun, sekulerisme negara dianggap sebagai pusat identitas nasional bagi Prancis, sehingga membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu, kata negara, merusak persatuan.
Dikutip dari berita di CNN Indonesia pada 26 Oktober 2020, Kementerian Luar Negeri Prancis meminta agar seruan boikot terhadap produk mereka yang dilakukan di berbagai negara Timur Tengah segera dihentikan. Dalam sebuah pernyataan pada 25 Oktober malam, Kementerian Luar Negeri Prancis berkata diplomatnya sedang bergerak untuk menanyakan negara-negara di mana boikot dilakukan atau seruan kebencian diliontarkan.
"Di banyak negara di Timur Tengah, seruan untuk boikot produk Prancis dan secara lebih umum, seruan untuk berdemonstrasi melawan Prancis, dalam istilah yang terkadang penuh kebencian, telah disebarkan di media sosial," kata Kementerian Luar Negeri Prancis seperti dilansir dari Associated Press.
Dilansir dari Reuters, pada 25 Oktober 2020, Prancis mendesak negara-negara Timur Tengah untuk menghentikan perusahaan ritel yang memboikot produk Prancis. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan, dalam beberapa hari terakhir, terdapat seruan untuk memboikot produk Prancis, terutama produk makanan, di beberapa negara Timur Tengah.
Menurut Kementerian Luar Negeri Prancis, terdapat pula seruan untuk demonstrasi melawan Prancis atas penerbitan kartun satir Nabi Muhammad. "Seruan untuk boikot ini tidak berdasar dan harus segera dihentikan, serta semua serangan terhadap negara kita, yang didorong oleh minoritas radikal," demikian bunyi pernyataan itu.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Presiden Macron memohon-mohon agar negara-negara Timur Tengah mengakhiri seruan boikot produk Prancis" menyesatkan. Desakan untuk menghentikan seruan boikot produk Prancis dilontarkan oleh Kementerian Luar Negeri Prancis, bukan Presiden Emmanuel Macron. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Prancis berkata, "Seruan untuk boikot ini tidak berdasar dan harus segera dihentikan, serta semua serangan terhadap negara kita, yang didorong oleh minoritas radikal."
IBRAHIM ARSYAD
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id