Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Belum Ada Bukti, Narasi COVID-Omicron XBB Berbeda, Mematikan, dan Tidak Mudah Terdeteksi

Senin, 14 November 2022 15:15 WIB

Belum Ada Bukti, Narasi COVID-Omicron XBB Berbeda, Mematikan, dan Tidak Mudah Terdeteksi

Melalui WhatsApp, Tempo menerima permintaan cek fakta terkait pesan berantai seputar virus Covid varian baru Omicron XBB.

Berita Singapura! Semua orang disarankan memakai masker karena virus corona varian baru COVID-Omicron XBB berbeda, mematikan dan tidak mudah terdeteksi dengan baik.”

Pesan itu juga memuat informasi bahwa COVID-Omicron XBB, lima kali lebih beracun daripada varian Delta dan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi daripada Delta.

Sumber: kiriman pembaca Cek Fakta Tempo

Dibutuhkan waktu yang lebih singkat untuk kondisi mencapai tingkat keparahan yang ekstrim, dan kadang-kadang tidak ada gejala yang jelas. Benarkah isi pesan berantai tersebut?

PEMERIKSAAN FAKTA  

Badan Kesehatan Dunia WHO menyatakan, saat ini tidak ada data yang menunjukkan adanya perbedaan substansial tingkat keparahan penyakit yang diakibatkan infeksi varian XBB. Namun, ada bukti awal yang menunjukkan, risiko infeksi ulang yang lebih tinggi, dibandingkan dengan jenis subvarian Omicron lainnya. Kasus terinfeksi ulang utamanya bisa terjadi pada mereka yang pernah terinfeksi oleh jenis sebelum Omicron. 

Selain itu, WHO juga menyatakan apakah XBB akan menyebabkan gelombang infeksi baru, sangat tergantung pada lanskap kekebalan di suatu kawasan yang dipengaruhi oleh ukuran dan waktu infeksi Omicron dan cakupan vaksinasi Covid-19. Akan tetapi WHO masih membutuhkan penelitian lebih lanjut terkait XBB.

Omicron XBB Covid-19 adalah rekombinan dari sublineage BA.2.10.1 dan BA.2.75. XBB* memiliki prevalensi global 1,3% dan telah terdeteksi di 35 negara.

Penilaian WHO ini berdasarkan data dari negara-negara terdampak. Namun kondisi tiap negara tidak dapat digeneralisasi. Selain Singapura, sub varian ini terdeteksi di di Australia, Bangladesh, Denmark, India, Jepang, dan AS sejak Agustus 2022.

Data dari Singapura, sebagaimana diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Singapura pada 14 Oktober 2022, belum ada bukti yang memastikan subvarian XBB memiliki kondisi lebih parah dari varian sebelumnya. Sejauh ini, sebagian besar pasien di Singapura dilaporkan mengalami gejala ringan, seperti sakit tenggorokan atau demam ringan, terutama jika mereka telah divaksinasi.

Dilansir Today, pada tanggal 11 Oktober 2022, Ong Ye Kung, Menteri Kesehatan Singapura mengatakan kasus yang dihasilkan dari sub-varian Omicron XBB mengalami lonjakan tajam di Singapura. “Di Singapura, kenaikannya sangat cepat. Dalam tiga minggu, dari nol, sekarang lebih dari setengah dari semua kasus harian. Jadi (itu) jelas mengungguli BA.2.75 dan juga BA.5," kata Ong. 

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI melaporkan pasien pertama kasus Covid-19 Subvarian Omicron XBB ditemukan pada 21 Oktober 2022. Dilansir dari Tempo

Juru bicara Covid-19 Kementerian Kesehatan M Syahril mengatakan varian baru XBB ini cepat menular tapi fatalitas atau tingkat kematiannya tidak lebih parah dari varian Omicron. 

Perlu kewaspadaan

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan beberapa faktor mengapa subvarian Omicron XBB cukup mengkhawatirkan. Pertama, dari sisi kemampuan XBB dalam membuat infeksi, orang yang sudah terinfeksi disebutnya masih bisa terinfeksi lagi meskipun jedanya hanya satu bulanan sejak terinfeksi sebelumnya.

Kemampuan re-infeksi ini, menurut Dicky, membawa kerawanan karena sebagian besar penduduk di Indonesia sudah pernah terinfeksi minimal satu kali. Bahkan ada kemungkin setengah dari yang sudah terinfeksi sebelumnya itu bisa saja terinfeksi lagi.

“Kondisi orang yg sudah terinfeksi dua kali atau lebih itu lebih rawan dan bisa mendapatkan dampak serius dari XBB," katanya. Ini, dia menambahkan, berdasarkan sejumlah penelitian kesehatan yang sudah dilakukan. "Terjadi penurunan dari sel limfosit T yang berperan sebagai daya tahan tubuh terhadap penyakit,” kata Dicky kepada Tempo.co.

Kedua, dari sisi sebagian penduduk Indonesia yang belum mendapatkan vaksin booster. Baik pada kategori anak-anak ataupun sebagian dewasa. “Dari sisi tubuhnya khusus anak di bawah 5 tahun belum eligible untuk vaksinasi, dan ketika dia sudah bisa vaksinasi, vaksinnya mungkin belum tersedia.”

HASIL PEMERIKSAAN FAKTA

Berdasarkan pemeriksaan Tim Cek Fakta Tempo, narasi bahwa COVID-Omicron XBB 5 memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi daripada Delta, adalah belum ada bukti.

Sejauh data yang tersedia saat ini, tidak ada perbedaan substansial tingkat keparahan penyakit yang diakibatkan infeksi varian XBB. Namun, ada bukti awal yang menunjukkan bahwa risiko infeksi ulang yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis subvarian Omicron lainnya. 

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id